KEBIJAKAN POHON GAHARU
DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA GAHARU Disampaikan Direktur Bina Perhutanan Sosial pada tanggal 2 Desember 2005 di SEAMEO BIOTROP Bogor DIREKTORAT BINA PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA, 2005 I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 23 disebutkan bahwa pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya.
Sejalan dengan itu pengelolaan yang pada waktu lalu dilaksanakan dengan menekankan pada produksi kayu (timber management), saat ini lebih ditujukan pada pengelolaan sumberdaya alam hutan secara menyeluruh (forest resource management) dengan berorientasi pada peran serta masyarakat. Dalam rangka mengimplementasikan paradigma tersebut telah diterbitkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. 456/Menhut-VII/2004 tentang Lima Kebijakan Prioritas Bidang Kehutanan Dalam Program Pembangunan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu yang meliputi pemberantasan pencurian kayu di hutan Negara dan perdagangan kayu illegal, revitalisasi sector kehutanan khususnya industri kehutanan, rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan, pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan serta pemantapan kawasan hutan.
Sebagai upaya tindak lanjut kebijakan tersebut, khususnya dalam rangka pembangunan bidang rehabilitasi lahan dan perhutanan sosial, maka program dan kegiatan RLPS diarahkan kepada pemberdayaan ekonomi rakyat untuk mewujudkan fungsi hutan dan lahan secara optimal serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dengan harapan dapat memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sebagai factor produksi maupun sebagai penyangga kehidupan. Untuk mencapai hal tersebut di atas, oleh Direktorat Jenderal RLPS telah dirancang program perhutanan sosial melalui pengembangan aneka usaha kehutanan yang menitikberatkan pada pengembangan komoditas bukan kayu dengan tetap mempertahankan fungsi hutan.
Beberapa komoditas aneka usaha kehutanan yang memiliki potensi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat adalah usaha persuteraan alam, perlebahan, tanaman obat, buah dan biji, getah-getahan/resin, minyak atsiri, rotan, bambu dan sumber pangan alternatif berupa umbi-umbian. Gaharu adalah salah satu hasil hutan bukan kayu dengan produk gubal yang mengandung damar wangi (aromatic resin).
Gaharu merupakan komoditi elit bernilai ekonomi tinggi yang merupakan salah satu usaha perhutanan Sosial yang berpotensi menjadi andalan menggantikan kayu dimasa akan datang.Pengembangan gaharu dapat dilakukan melalui berbagai pola pengembangan dengan mengoptimalkan ruang tumbuh hutan dan lahan. Selanjutnya pengembangan budidaya gaharu agar berhasil secara berkelanjutan harus disertai dengan upaya pemberdayaan kelompok tani, kemitraan dan peningkatan daya saing. Kebijakan pengembangan budidaya gaharu memuat hal-hal program-program diatas dan melibatkan semua stakeholder.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
1. Maksud Pengembangan Budidaya Gaharu adalah : Meningkatkan produktivitas hutan dengan tanaman gaharu. Memulihkan atau memperbaiki penutupan lahan. Melestarikan jenis-jenis tanaman penghasil gaharu Menumbuhkembangkan kemampuan, peran serta dan swadaya masyarakat dalam pelestarian hutan dan budidaya gaharu melalui alih tehnologi dan pengembangan pengelolaan hutan partisipatif.
2. Tujuannya adalah terwujudnya kelestarian hutan, peningkatan produksi dan nilai tambah gaharu guna mendukung peningkatan pendapatan masyarakat secara berkelanjutan. II. KONDISI SAAT INI Sebagai akibat dari system pengelolaan hutan dimasa lalu timbul kerusakan hutan di berbagai wilayah dan meningkatnya luas lahan kritis di luar kawasan.
Berdasarkan Rencana Strategis Departemen Kehutanan tahun 2005-2009 tercatat luas lahan kritis di dalam dan di luar kawasan seluas 42,1 juta hektar yang terdapat di 458 Daerah Aliran Sungai (DAS) diantaranya 282 DAS merupakan prioritas I dan II. Pada saat ini jumlah penduduk yang berdomisili di sekitar kawasan hutan tercatat 48,8 juta jiwa, 10,2 juta jiwa tergolong kategori miskin. Penduduk yang bermatapencaharian langsung dari hutan sekitar 6 juta jiwa dan 3,4 juta jiwa diantaranya bekerja di sector swasta kehutanan. Secara tradisi pada umumnya masyarakat memiliki matapencaharian dengan memanfaatkan produk-produk hutan baik kayu maupun bukan kayu (rotan, damar, madu, gaharu dan lain-lainnya).
Dalam upaya pengembangan aneka usaha kehutanan secara teknis dapat dilakukan dengan pemanfaatan ruang tumbuh melalui pengembangan budidaya gaharu. Pengembangan budidaya gaharu pada prinsipnya dilakukan melalui investasi publik (masyarakat), tugas pemerintah adalah mengatur, membina mendorong, membantu, memonitor dan mengendalikan (memfasilitasi). Kemudian diwujudkan dalam pembangunan infrastruktur, baik fisik maupun kelembagaannya sebagai landasan kelangsungan investasi masyarakat. Pembangunan infrastruktur dilaksanakan dalam rangka upaya pemberdayaan masyarakat sehingga diharapkan tercipta kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi secara interaktif, swakarsa dan mandiri.
Di Indonesia dikenal beberapa jenis pohon yang menghasilkan gaharu antara lain Aquilaria malaccensis (Sumatera, Kalimantan), Aquilaria hirta (Sumatera), Aquilaria beccariana, Gyrinops Spp (Nusa Tenggara, Sulawesi, Papua), Enkleia malaccensis (Sumatera), Gonystylus bancanus (Sumatera, Kalimantan), G. macrophyllus (Nusa Tenggara, Sulawesi, Papua), Aetoxylon sympelatum (Kalimantan Barat), Wikstroemia androsaemofolia (Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua), W. polyantha (Kalimantan), dan Wikstroemia tenuiramis (Sumatera, Kalimantan), Delbergia parviflora (Sumatera, Kalimantan), Excoccaria agalocha (Kalimantan, Jawa).
Gaharu merupakan komoditi hasil hutan bukan kayu bernilai ekonomi tinggi untuk kebutuhan bahan industri. Seiring dengan meningkatnya pengambilan gaharu dan peredaran gaharu di pasar internasional, telah menimbulkan berbagai dampak diantaranya semakin turunnya populasi pohon gaharu, bahkan Kongres CITES ke 13 di Bangkok Thailand yang diselenggarakan pada tanggal 2-14 Oktober 2004 menyatakan bahwa beberapa jenis tanaman pohon gaharu saat ini digolongkan kedalam jenis tanaman yang hampir punah oleh APENDIX II yaitu membatasi ekspor gaharu yang diambil dari hutan alam pada jumlah kuota tertentu khususnya jenis Aquilaria malacensis, A. filaria, Gyrinops Sp. Kuota tahun 2004 Aquilaria malacensis sebesar 50.000 ton, Aquilaria filaria sebesar 125.000 ton. Sedangkan untuk tahun 2005 Aquilaria malacensis sebesar 50.000 ton, Aquilaria filaria 120.000 ton, Gyrinops Sp 5.000 ton.
Kegunaan Gaharu sebagai bahan industri obat-obatan, parfum dan kosmetik. Sebagai kosmetik untuk rias kulit dan wajah, terutama sebagai cairan penutup muka (astringent), untuk industri parfum gaharu digunakan komponen minyak wangi, pengharum ruangan dan setanggi (dupa), sebagai obat gaharu dapat digunakan untuk obat sakit kuning, obat penenang, obat sakit ginjal, obat gosok. Pohon gaharu yang mempunyai karakteristik yang rimbun dan perakaran yang dalam juga mempunyai fungsi ekologis dari aspek konservasi tanah dan air.
Beberapa permasalahan dalam usaha budidaya gaharu : 1. Adanya penebangan pohon gaharu dilakukan semakin intensif sejalan dengan meningkatnya permintaan pasar. Dilain pihak pola tata niaga komoditi gaharu sangat lemah dan lebih banyak ditentukan oleh konsumen dan pasar sehingga posisi tawar menawar (bargaining position) masyarakat produsen (petani pemungut, pengumpul serta petani budidaya) masih sangat kurang. 2. Teknik budidaya gaharu belum dikuasai sepenuhnya oleh masyarakat. 3. Data tentang potensi lokasi/areal yang dapat dikembangkan tanaman gaharu belum tersedia. 4. Sarana produksi seperti benih dan bibit serta bahan inokulum belum cukup tersedia.
Pengembangan budidaya gaharu telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal RLPS melalui Program Social Forestry dan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL)/Gerhan pada tahun 2004 berupa Penanaman dan Percontohan Tanaman Gaharu seluas 500 ha di beberapa provinsi antara lain di provinsi Riau seluas 300 ha, di provinsi Jambi seluas 50 ha, provinsi Kalimantan Selatan seluas 150 ha. Sedangkan Pembangunan Model Budidaya Gaharu pada tahun 2003 dan tahun 2004 seluas 105 ha yaitu di propinsi Jambi seluas 25 ha, provinsi Riau seluas 20 ha, provinsi Kalimantan Timur seluas 20 ha, provinsi Sulawesi Tengah 10 ha, Papua seluas 10 ha dan NTT seluas 20 ha. Selanjutnya tahun 2005 Percontohan Tanaman direncanakan pengembangan didaerah-daerah potensial dengan kegiatan Hutan Rakyat.
Pembangunan Pusat Pengembangan Gaharu bekerjasama dengan Universitas Mataram telah melakukan penanaman gaharu jenis Gyrinops Sp seluas 132 ha direncanakan luas seluruhnya 225 ha, lokasi penanaman kawasan hutan produksi pada Kelompok Hutan Rinjani (RTK. 1) di desa Senaru Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB. Kerjasama Tahap I sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2004. Kerjasama Tahap II diperpanjang sampai dengan tahun 2009. Upaya lain yang telah dilakukan Direktorat Jenderal RLPS dalam pengembangan budidaya gaharu adalah melaksanakan lokakarya pengembangan gaharu di Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2001 , temu usaha gaharu di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur tahun 2004. III.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
A. Kebijakan
1. Pengembangan tanaman gaharu merupakan bagian dari system pengolahan hutan yang lestari dan ditempatkan pada kerangka DAS sebagai unit manajemen.
2. Pengembangan tanaman gaharu merupakan upaya pemberdayaan masyarakat petani dalam suatu wilayah yang bertumpu kepada potensi nilai, lokasi, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, teknologi dan asset pengalaman, serta kemampuan manajemen kelembagaan.
3. Program pengembangan tanaman gaharu diselenggarakan untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat di sekitar hutan memperoleh manfaat ekonomi.
4. Dalam pengembangan tanaman gaharu diperlukan penanganan yang tepat, adanya kelembagaan yang kuat serta penerapan teknologi yang tepat guna.
5. Kegiatan pengembangan tanaman gaharu dilakukan pada kawasan hutan produksi dan hutan hak/milik yang memenuhi persyaratan teknis.
6. Dalam pengembangan tanaman gaharu agar tumbuh menjadi usaha yang berkelanjutan, ramah lingkungan dan berdaya saing maka terdapat 4 (empat) sub system usaha yang perlu mendapat perhatian yaitu sub system hulu yang menyediakan sarana produksi gaharu, pengolahan dan pemanfaatannya, sub system hilir yang berkaitan dengan pasca panen, pemasaran/perdagangan serta sub system pendukung yang terdiri dari permodalan, litbang, kelembagaan, diklat dan penyuluhan.
B. Strategi Untuk merealisasikan kebijaksanaan tersebut diatas maka strategi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan sumberdaya manusia dilakukan melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan terhadap para pihak terkait antara lain:
a. Pelatihan, dapat dilakukan secara swadaya atau mengirimkan peserta ke lembaga penyelenggara formal
b. Magang yaitu belajar sambil bekerja pada suatu lembaga usaha yang lebih maju
c. Studi banding yaitu melakukan kunjungan lapangan pada wilayah lain yang terdapat kegiatan semacam
d. Penyuluhan yaitu upaya merubah perilaku masyarakat agar tahu, mau dan mampu melaksanakan usaha budidaya sesuai kaidah-kaidah.
e. Pendampingan adalah proses belajar bersama antara pendamping dengan masyarakat untuk memahami dan memecahkan masalah yang dihadapi. Sasaran pengembangan sumberdaya manusia meliputi berbagai pihak yang terkait dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan melalui pengembangan aneka usaha kehutanan yang meliputi :
1) Petani Untuk meningkatkan kemampuan petani dilakukan melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dalam hal teknis budidaya dan paska panen, manajemen usaha. Hal ini dapat dilakukan dengan menyelenggarakan pelatihan sesuai dengan kebutuhannya.
2) Penyuluh Untuk meningkatkan kemampuan penyuluh dilakukan melalui pelatihan, studi banding, kursus penyegaran, penerbitan buku pedoman-pedoman, sosialiasi kebijakan dan program dan lain-lain. Upaya tersebut diharapkan dapat mengubah perilaku penyuluh yang bersifat menggurui dan memberikan rekomendasi kearah perilaku untuk siap belajar bersama, memfasilitasi dan memandirikan petani/kelompok tani.
3) Peneliti Kepada para peneliti didorong untuk melakukan penelitian dan ujicoba tentang hal-hal yang bersifat terapan utamanya dalam rangka pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para petani.
4) Pelaku Bisnis Terhadap pelaku bisnis (badan usaha) perlu didorong untuk melakukan kemitraan dengan kelompok tani dengan prinsip keterkaitan dalam kebutuhan yang saling memerlukan, saling menguntungkan dan saling ketergantungan. Dalam hal ini dapat dilakukan sosialisasi kebijakan dan program dan pola-pola kemitraan yang mungkin diterapkan.
5) Birokrasi Upaya pemberdayaan terhadap jajaran birokrasi dapat dilakukan melalui peningkatan pembinaan agar bertindak sesuai kewenangannya dalam hal regulasi, supervisi dan fasilitasi.
6) LSM LSM merupakan mitra sejajar pemerintah, untuk itu pemberdayaan LSM dilakukan melalui pendekatan terhadap LSM agar memberikan masukan yang bersifat membangun dan secara konstruktif dapat bekerjama dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan melalui pengembangan aneka usaha kehutanan.
2. Pengembangan Kelembagaan Untuk menjamin keberhasilan dan keberlanjutan rehabilitasi hutan dan lahan melalui pengembangan aneka usaha kehutanan perlu dilakukan pengembangan kelembagaan petani melalui langkah-langkah sebagai berikut: a. Mendorong petani untuk membentuk kelompok Pembentukan kelompok ini merupakan hasil kegiatan pendampingan yang dilakukan baik oleh Penyuluh Kehutanan Lapangan maupun oleh Lembaga Swadaya Masyarakat. Pembentukan kelompok ini berdasarkan atas kepentingan dan kebutuhan bersama anggota kelompok yang saling percaya sehingga petani dapat bekerjasama secara berkelompok sehingga tumbuh menjadi kelompok swadaya. Sebagai indikator bahwa proses pendampingan berlangsung dengan baik adalah :
1) Telah membentuk kelompok tani
2) Kelompok tani mampu melakukan inventarisasi potensi biofisik dan sosial ekonomi di wilayahnya
3) Kelompok tani mampu melakukan identifikasi permasalahan dan langkah-langkah pemecahannya.
4) Kerlompok tani mengetahui manfaat kegiatan usaha dan secara swadaya mau melakukan kegiatan usaha.
5) Kelompok tani mampu menyusun rencana pengelolaan hutan dan lahan baik rencana jangka pendek dalam bentuk Rencana Definitif Kelompok (RDK) maupun Rencana Definitif Kegiatan Kelompok (RDKK), rencana jangka menengah ataupun jangka panjang.
6) Kelompok tani memiliki konsep rencana bagi hasil baik kayu maupun bukan kayu.
7) Kelompok tani mampu melakukan usaha secara mandiri.
Kelompok yang telah terbentuk dapat diklasifikasikan dalam 4 tingkatan yaitu kelompok pemula, lanjut, madya dan utama.
1) Kelompok pemula adalah kelompok yang baru terbentuk, tersusun kepengurusannya dan program kerjanya.
2) Kelompok lanjut adalah kelompok yang sudah produktip dan memiliki modal
3) Kelompok madya adalah kelompok yang mampu mengembangkan kegiatan produktip, mampu memanfaatakan modal bergulir dan telah memiliki usaha berbadan hukum
4) Kelompok utama adalah kelompok yang produktif, menjalin kemitraan usaha dengan para pihak dan telah memiliki akses terhadap perbankan.
b. Menumbuhkan gabungan kelompok atau asosiasi Kelompok-kelompok yang sudah tumbuh didorong agar bekerjasama dengan kelompok lain dalam bentuk organisasi yang lebih besar yang disebut gabungan kelompok atau asosiasi. Terbentuknya gabungan kelompok/ asosiasi atas dasar kebutuhan atau kepentingan kelompok itu sendiri. Manfaat penggabungan kelompok antara lain :
1) Menghimpun modal usaha yang lebih besar antara lain melalui penggabungan asset antar kelompok.
2) Memperbesar skala usaha antara lain melalui peningkatan volume dan luasan areal usaha.
3) Meningkatkan posisi tawar antara lain melalui peningkatan kemampuan pendalian harga dan mengurangi persaingan.
4) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha antara lain melalui peningkatan kemampuan berproduksi dan penurunan biaya produksi.
c. Menumbuhkan lembaga ekonomi formal Gabungan kelompok/asosiasi didorong agar mau dan mampu menjadi satu lembaga ekonomi yang formal dan yang paling tepat adalah koperasi. Kriteria koperasi yang baik adalah sebagai berikut :
1) Telah berbadan hukum,
2) Bergerak dalam usaha sesuai dengan tujuan pendirian koperasi, Sehat organisasi, sehat keuangan dan operasional yang dinyatakan oleh Dinas Koperasi dalam Rapat Anggota Tahunan
3. Pengembangan Kemampuan Permodalan Pengembangan kemampuan permodalan adalah kegiatan pemberdayaan bidang permodalan dengan cara pemberian fasilitasi yang sifatnya mendidik sehingga akan mampu menghilangkan ketergantungan dan akan tumbuh keswadayaan dan mampu berusaha dalam sistem pasar. Agar tumbuh keswadayaan petani dan mampu berusaha dalam sistem pasar maka tabungan kelompok perlu ditingkatkan. Bentuk kegiatan penguatan permodalan adalah sebagai berikut :
a. Pemberian stimulan kegiatan produktip antara lain pemberian bantuan sarana produksi dan modal kerja
b. Bantuan dana bergulir yaitu pemberian bantuan yang harus dikembalikan dan selanjutnya dipergunakan oleh anggota lainnya.
c. Pemberian kredit subsidi adalah kredit yang mendapat keringanan berupa bunga rendah
d. Kredit komersial dengan kemudahan khusus yaitu kredit yang diberikan kepada petani melalui rekomendasi instansi yang berwenang
e. Kredit komersial penuh yaitu kredit yang diberikan sesuai dengan aturan perbankan Dalam hal memfasilitasi permodalan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan melalui pengembangan aneka usaha kehutanan harus disesuaikan dengan kebutuhan setempat, dapat dimulai dengan memberi bantuan dalam bentuk bantuan cuma-cuma atau bantuan bergulir. Bila suatu kelompok diberikan bantuan cuma-cuma dan mampu menunjukkan perkembangan, bantuan tersebut dapat ditingkatkan menjadi bantuan yang sifatnya bergulir. Kalau mereka mampu menggulirkan bantuannya, dinaikkan menjadi bantuan kredit subsidi. Apabila kredit subsidi dapat dikembalikan dengan lancar, kelompok tersebut dapat didorong untuk mendapatkan kredit komersial dengan kemudahan khusus tanpa jaminan. Apabila kelompok tersebut dapat mengembalikan dengan lancar, maka dinaikkan lagi menjadi kredit komersial penuh.
4. Pengembangan Kemitraan Dalam rangka memperkuat usaha di bidang aneka usaha kehutanan diperlukan adanya kemitraan antara usaha ekonomi skala usaha kecil dan menengah dengan usaha besar. Pengembangan aneka usaha kehutanan membutuhkan aset sumberdaya alam dan manusia, teknologi, permodalan dan manajemen (termasuk didalamnya pemasaran). Masyarakat sekitar hutan pada umumnya mempunyai keterbatasan skala usaha, manajemen usaha, modal, teknologi, keterampilan berusaha, pemasaran produksi. Disisi lain, aset teknologi, permodalan dan manajemen dimiliki oleh sektor ekonomi skala besar.
Untuk menggabungkan aset tersebut perlu adanya kerjasama antara keduanya dalam bentuk pola kemitraan. Oleh sebab itu perlu diciptakan pola kemitraan yang berprinsip kesetaraan, saling menguntungkan, membutuhkan dan menguatkan kedua belah pihak. Dalam penerapan pola kemitraan antara petani/kelompok tani dengan badan usaha harus dituangkan secara tertulis dan diketahui oleh Pejabat Pemerintah Daerah setempat serta dibuat secara notarial. Pembagian hasil pola kemitraan yang dilakukan tergantung peran, kontribusi masing-masing pihak dan kesepakatan bersama. Kemitraan dalam rangka rehabilitasi hutan dan lahan melalui aneka usaha kehutanan diselenggarakan melalui brntuk kerjasama yang sesuai dengan sifat dan tujuannya dengan memberikan peluang seluas-luasnya kepada kelompok tani yaitu :
a. Kerjasama usaha antara kelompok tani dan mitra usaha di luar kawasan hutan. Kelompok tani menyediakan lahan dan atau tenaga kerja, mitra berperan dalam menyediakan modal, teknologi, manajemen dan pemasaran. Pemerintah berperan dalam regulasi, fasilitasi dan supervisi. Dalam kerjasama ini kelompok tani juga sebagai pemilik saham.
b. Kerjasama usaha antara kelompok tani dan mitra usaha di dalam kawasan hutan. Kelompok tani sebagai pemegang hak/ijin pemanfaatan lahan dan menyediakan tenaga kerja, mitra berperan dalam menyediakan modal, teknologi, manajemen dan pemasaran. Pemerintah berperan dalam regulasi, fasilitasi dan supervisi. Dalam kerjasama ini kelompok tani juga sebagai pemilik saham.
5. Peningkatan Daya Saing Dalam rangka memperkuat daya saing produksi harus dibangun melalui pendekatan sistem agribisnis yang efisien. Ciri usaha agribisnis yang efisien adalah usaha yang mampu memproduksi barang atau jasa yang bermutu tinggi, dalam jumlah besar, terjamin kontinuitas produksi dengan biaya produksi yang relatif rendah. Produk kayu dan bukan kayu pada umumnya mempunyai potensi besar untuk ditingkatkan menjadi produk andalan ekspor untuk menghasilkan devisa. Petani mempunyai keterbatasan dalam seluruh sub sistem usaha agribisnis dari hulu sampai hilir.
Peningkatkan daya saing produksi dilakukan dengan pendekatan agribisnis yang meliputi sub sistem pengadaan sarana produksi, budidaya, industri, pemasaran dan kelembagaan. Keunggulan bersaing tidak dapat dicapai apabila hanya satu sub sistem yang berkembang, sedangkan sub sistem lainnya tidak berkembang. Oleh karena itu, perkembangan sub sistem agribisnis harus berjalan secara simultan dan harmonis. Peningkatan daya saing dapat dicapai melalui :
a. Penggunaan bibit unggul Agar diperoleh hasil yang optimal dalam budidaya perlu menggunakan bibit yang telah disertifikasi oleh instansi berwenang.
b. Penerapan teknologi tepat guna Penerapan teknologi dalam proses produksi mengacu kepada petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
c. Penerapan standar mutu Agar produk berdaya saing tinggi maka perlu penerapan standar mutu. Untuk komoditas yang belum ada standarnya perlu didorong untuk membuat Standar Nasional Indonesia (SNI).
d. Analisa usaha dan kebutuhan pasar Agar para pelaku usaha dapat mengetahui gambaran usaha dan kebutuhan pasar maka perlu disusun analisa usaha yang meliputi biaya produksi, pendapatan, skala usaha, kemampuan produksi dan permintaan produk.
6. Pengembangan pasar Upaya pengembangan pasar dapat dilakukan melalui penyelenggaraan beberapa kegiatan antara lain pameran, temu usaha, promosi, pembangunan jejaring kerja antar stakeholders.
IV. RENCANA KEGIATAN
Kegiatan yang dilakukan dalam pengembangan usaha budidaya gaharu adalah sebagai berikut :
1. Menyelenggarakan penyuluhan dan pendampingan untuk menumbuhkan motivasi petani untuk maju sehingga lebih mudah menerima dan tanggap terhadap perubahan yang terjadi.
2. Menyelenggarakan pelatihan petani dalam berbagai bidang keterampilan antara lain teknik budidaya gaharu, teknik inokulasi, pengolahan pasca panen, kewirausahaan, dan kursus manajemen partisipatif. 3. Melakukan inventarisasi tegakan tanaman yang dapat menghasilkan gaharu yang dimiliki rakyat untuk selanjutnya difasilitasi proses inokulasi. 4. Melaksanakan identifikasi pohon gaharu alam untuk dijadikan/ditetapkan sebagai pohon induk/sumber benih.
5. Merangsang terbentuknya kelompok tani pengusaha benih dan bibit.
6. Menyiapkan peraturan perundangan yang mendukung sehingga masyarakat mempunyai akses dalam pemanfaatan hutan untuk usaha budidaya gaharu.
7. Melakukan kerjasama dengan pihak peneliti baik dengan PT maupun Badan Litbang untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebab terbentuknya gaharu untuk setiap jenis tanaman gaharu dan produksi jasad renik tersebut sebagai bahan baku inokulan dalam jumlah dan mutu yang mandiri.
8. Menyelenggarakan pelatihan penyuluh, petugas, dan pendamping tentang pengembangan usaha budidaya gaharu.
9. Membangun percontohan tanaman usaha budidaya dan pengembangan tanamannya di propinsi yang potensial sehingga dapat diperoleh pola tanam budidaya gaharu sesuai permintaan pasar.
10. Mendorong pengembangan teknologi pasca panen dan pemanenan peralatan pengolahan hasil.
11. Menjalin kerjasama dengan Badan Standarisasi dalam rangka menyempurnakan standar mutu produk-produk gaharu.
12. Mengembangkan sistem kemitraan.
13. Mengupayakan adanya bantuan modal kepada kelompok tani dalam bentuk insentif atau pinjaman.
14. Melaksanakan pembinaan teknik, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengembangan usaha budidaya gaharu.
15. Menyiapkan dan menyebarluaskan informasi tentang pengembangan usaha budidaya gaharu.
BUDIDAYA GAHARU SANGAT MENJANJIKAN
Masih banyak masyarakat di daerah yang belum tahu prospek bisnis berkebun pohon gaharu. Jika mendengar harga gaharu dengan kulitas king, telinga kita akan terperanjat. Perkilonya bisa mencapai Rp 50 juta. Syaratnya, petani harus rajin merawat dan menjaga pertumbuhan pohon gaharu tersebut. Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), sudah ada sekitar 28.000 bibit yang sudah ditanam. Ada di Desa Layuh dan Karatau Mandala Kecamatan Batu Benawa, Desa Kambat Kecamatan Pandawan, dan Desa Haur Gading Kecamatan Batang Alai Utara (BAU).
Bibit yang sudah ditanam tersebut ada yang sudah berusia lima tahun. Salah satu pembudi daya, M Yani, saat ditemui menceritakan, sejak tahun 2002 dia sudah mulai tertarik dengan usaha budi daya gaharu ini. Sebagai masyarakat pencinta hutan, dia punya komitmen untuk memberdayakan masyarakat petani di daerah. “Saya punya harapan, petani kita memiliki masa depan yang baik. “Ya salah satunya mengembangkan budi daya gaharu ini,â€Â tandasnya. Selain itu, pihaknya akan memberikan bantuan berupa bibit, penyuntikan, dan pemasaran. Sedangkan system pembagian hasil, petani kebagian 40 % dan pihaknya 60%. Petani cukup menyediakan lahan dan bisa merawat pohon gaharu tersebut agar bisa tumbuh subur, tandasnya. Sementara itu, Peneliti Gaharu dari Litbang Kehutanan Departemen Kehutanan RI, dr Erdy Santoso mengatakan, gaharu memiliki harga ekonomis yang tinggi serta dapat tumbuh di kawasan hutan tropis.
Pengembangan pohon gaharu saat ini belum terlalu banyak dikenal. Hanya orang tertentu yang sudah mengembangkan dan menanam pohon ini. Padahal, keuntungan dari bisnis pohon gaharu dapat mengubah tingkat kesejahteraan warga hanya dalam waktu beberapa tahun. Selain dapat tumbuh di kawasan hutan, katanay pohon gaharu juga dapat tumbuh di pekarangan warga. Sehingga warga memiliki banyak kesempatan untuk menanam pohon yang menghasilkan getah wangi ini. Banyaknya getah yang dihasilkan dari pohon gaharu tergantung dari masa tanam dan panen pohon tersebut. Misalnya untuk usia tanam selama 6 sampai 8 tahun, setiap batang pohon mampu menghasilkan sekitar 2 kilogram getah gaharu,â€Â sebutnya. Sementara harga getah gaharu mencapai Rp 5-20 juta per kilogram. Harga itu tergantung dari jenis dan kualitas getah gaharu. Untuk getah gaharu yang memiliki kualitas rendah dan berwarna kuning laku dijual Rp5 juta per Kg, sedangkan untuk getah pohon gaharu yang berwarga hitam atau dengan kualitas baik laku dijual Rp15-20 juta/kg.
Budidaya olahan Kayu Gaharu asli juga bisa dalam bentuk Tasbih Gaharu dan Gelang Gaharu
BalasHapusNilai Gaharu sangat tinggi, tp sy menenam th 2005 (akhir), ternyata sampai sekarang sy blm bisa menikmati hasilnya krn sangat susah masalah biaya Inokulan, bhkan Petani Gaharu tdk bisa berbuat apa2
BalasHapusdi jual cepat 1200 pohon gaharu umur 14 tahun lokasi tanah grogot kalimantan timur, dijual Rp.1,5jt/pohon(nego). hub 085222440659/081322384757
BalasHapusterimakasih informasi ini sangat membantu saya usaha budi daya gaharu meskipun dengan segala keterbatasan saya hanya petani kecil dan hanya dengan modal usaha kecil, semoga pemerintah mau membantu kami rakyat kecil ini
BalasHapus