Kamis, 08 Januari 2015

Rabu, 12 November 2014 , 21:47:00

JAKARTA - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) mengusulkan pembentukan bank khusus petani. Bank tani ini nantinya beroperasi sesuai dengan siklus dan habitat petani.
Hal tersebut disampaikan anggota HKTI, Sadar Subagyo saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RPDU) dengan Komisi IV DPR di Gedung DPR, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (12/11).
Menurutnya, permodalan usaha tani masih menjadi masalah, terutama sulitnya akses petani terhadap lembaga permodolan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lahan milik petani tidak dapat dijadikan agunan bank, mengingat mayoritasnya belum bersertifikat.
Karena itu kata Sadar, petani perlu didukung dengan lembaga pembiayaan yang khusus. Bank khusus ini nantinya akan difokuskan untuk menyediakan pembiayaan kepada petani.
Selama ini, peran bank umum tidak bisa diandalkan sebagai penopang usaha petani. Selain bunga tinggi, persyaratan mendapatkan pinjaman juga tidak mudah.
"Kalau petani mengajukan pinjaman kredit ke BRI, BNI, Bank Mandiri atau bank manapun, syaratnya berat. Belum lagi dengan kewajiban pembayaran yang harus dicicil setiap bulan. Panen saja belum mulai, tetapi disuruh mengangsur cicilan pinjaman," imbuhnya.
Sadar mengatakan harus ada bank tani yang memang secara khusus beroperasi sesuai dengan siklus dan habitat petani. "Kasih pinjaman dan pengembalian pinjaman dalam jangan waktu yang lama," sarannya.
Dia tegaskan, HKTI bersama DPR mendesak pemerintah agar melakukan sertifikasi lahan-lahan pertanian tanpa memungut biaya ke petani. Sertifikasi ini menurut Sadar, harus selesai dalam waktu paling lama di tahun 2015 nanti.
Upaya percepatan sertifikasi lahan petani oleh pemerintah merupakan solusi paling logis bagi petani terkait permodalan. Selain itu, upaya ini juga memberikan kepastian status kepemilikan lahan dan ketenangan batin bagi petani dalam melaksanakan usaha taninya.
"Kondisi petani Indonesia sangat memprihatinkan. Selain lahan pertanian yang semakin sempit, keinginan mendapatkan benih dan pupuk juga sulit. Celakanya lagi, begitu panen, harga jatuh karena disaaat bersamaan ada keisengan yang luar biasa yakni, impor komoditi yang sama disaat panen. Mau panen bawah merah, ada impor. Akibatnya, harga bawang jatuh. Penderitaan petani sangat panjang. Padahal, tugas pemerintah untuk memakmurkan petani,” ujarnya.
Untuk itu, HKTI meminta DPR mendesak dan mendorong pemerintah mengembalikan Nilai Tukar Petani (NTP) ke angka 132 yang cenderung menurun dari tahun ke tahun. Rata-rata 3 bulan terakhir, NTP berada di 102. Langkah ini akan membuat petani Indonesia makmur. Rata-rata NTP pada tahun 2001 diangka 132.
"Artinya, pendapatan petani 132, pengelurannya 100. Masih bisa menabung 32. Sekarang di 2014, NTP hanya 102. Ini membuktikan, pembangunan selama ini memiskinkan petani,” ungkapnya.
Akibatnya ujar Sadar, generasi muda enggan bertani. Demikian juga dengan usaha tani, khususnya tanaman pangan utama menjadi tidak menarik lagi. Jumlah rumah tangga yang menanam padi pada 2003 sejumlah 14,2 juta dan pada 2013 turun menjadi 14,1 juta.
Begitu pula dengan rumah tanga yang menanam jagung turun dari 6,4 juta di 2003 menjadi 51,1 juta di 2013. Hal ini menjadi lampu merah buat bangsa Indonesia.
“Kalau generasi muda enggan bertani maka jebakan pangan di depan mata. Untuk itu, HKTI meminta DPR mendesak pemerintah agar melakukan reformasi total di usaha tani tanaman pangan utama sehingga dalam 5 tahun ke depan NTP dapat meningkat signifikan melebihi NTP 2001 sebesar 132,” pungkasnya.(fas/jpnn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar